TPS 11 Dusun Mojopait, Desa Curugsewu, Kecamatan Patean, Kabupaten Kendal masih berlangsung Penghitungan Suara (Tungsura) DPRD Kabupaten. Waktu menunjukkan 23.00 WIB di tengah hawa dingin musim penghujan. Warga Kendal lebih mengenal Air Terjun Curugsewu sebagai obyek wisata yang telah ada sejak 50 tahun lalu. Berada di daerah pegunungan tentu hawa dingin semakin terasa menyentuh tulang bagi Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang harus menyelesaikan Tungsura di TPS (Tempat Pemungutan Suara). Stamina dan kondisi kesehatan KPPS harus prima, apalagi sehari sebelumnya sudah lembur mempersiapkan TPS.
Teguh Joko Pratikno, 44 tahun, salah satu petugas KPPS duduk berdampingan dengan Kepala Desa Curugsewu, Ketua RW, Hansip dan beberapa Saksi dari Parpol yang ikut menyaksikan penghitungan suara itu. Kurang lebih pukul 23.30 WIB, Teguh tiba-tiba jatuh ke belakang dan pingsan. Dengan sigap Khaeri (Kades), Paulus Sutoto (Ketua RW) dan Hansip membawa ke Puskesmas 01 Patean. Setelah diperiksa Kapuskesmas, dr. Toha, Teguh dinyatakan meninggal dunia. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.
Kematian adalah sebuah kepastian hidup. Sedangkan sehat dan sakit merupakan kondisi hidup yang bisa kita ihtiarkan. Kita tidak tahu kapan maut menjemput, tetapi kematian yang dialami oleh Teguh, akibat kelelahan melaksanakan “tugas negara” sebagai KPPS menjadi sebuah keprihatinan kemanusiaan. Harus dijadikan “catatan tebal” bagi otoritas Penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP) dan Peserta Pemilu (Caleg, Capres-Cawapres, Parpol), serta segenap anak bangsa yang telah sepakat menjadikan pemilu sebagai wahana demokrasi dalam menentukan wakil rakyat dan pemimpin bangsa.
Meninggalnya Teguh dan puluhan bahkan ratusan petugas KPPS akibat kelelahan pada Pemilu Serentak 2024 harus dijadikan “pepeling” (pengingat) dan “ibrah” (pelajaran) berharga. Terutama bagi Penyelenggara Pemilu serta Peserta Pemilu yang nantinya terpilih menjadi Wakil Rakyat (DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR-RI, DPD-RI), serta Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029. Bahwa dibalik Jabatan Terhormat yang saudara raih, terdapat banyak pengorbanan tenaga, pikiran, waktu dan nyawa dari partisipasi rakyat di akar rumput yang menjadi ujung tombak demokrasi yaitu Petugas KPPS.
Pingsan dan Sakit
Di TPS 002 dusun Pagersari, desa Penaruban, kecamatan Weleri, kabupaten Kendal yang berada di seberang depan rumah kami, baru bisa menyelesaikan Tungsura DPRD Kendal pada hari Kamis Pahing, 15 Februari 2024, jam 03.00 WIB. Sesuai Peraturan KPU, Tungsura di TPS dilakukan dengan urutan yaitu Capres-Cawapres, DPR-RI, DPD, DPRD Provinsi dan terakhir DPRD Kabupaten/Kota. Ada sedikit TPS yang baru bisa menyelesaikan Tungsura pada hari Rabu Legi, 14 Februari 2024, jam 24.00 WIB, namun sebagian besar baru menyelesaikan Tungsura pada Dinihari hingga waktu Subuh, Kamis 15-02-2024.
Tumbangnya sebagian KPPS juga dialami oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang bertugas di setiap Desa/Kelurahan. Setiap Desa dan Kelurahan terdapat 3 orang PPS yang bertugas mengkoordinir semua KPPS yang bertugas di setiap TPS dalam satu Desa dan Kelurahan. Tugas KPPS dan PPS belum rampung saat Tungsura dan Berita Acara (BA) di TPS ditandatangani KPPS dan Saksi-saksi selesai. Masih ada tugas lanjutan berupa mengunggah semua Dokumen C.1 manual ke dalam Sirekap. Sebuah sistem perhitungan digital yang dibuat KPU sebagai back-up data hasil Tungsura manual.
Tugas KPPS dan PPS berikutnya masih harus menyerahkan kotak suara berikut Berita Acara Tungsura ke PPK (Kecamatan). Kemudian mengikuti Rapat Pleno Penghitungan Suara Manual Berjenjang di tingkat Kecamatan, yang sesuai jadwal KPU mulai tanggal 17 hingga 21 Februari 2024. KPU Kabupaten Kendal melalui Surat Edaran akan memulai Tungsura di tingkat PPK atau Kecamatan secara serentak pada hari Ahad Kliwon, 18 Februari 2024. Sebuah kebijakan yang patut dipresiasi mengingat situasi dan kondisi kesehatan KPPS, PPS dan PPK agar tidak semakin banyak petugas yang tumbang.
Hingga Jumat Pon, 16 Februari 2024, setidaknya kami menemukan 4 orang petugas KPPS dan PPS di kecamatan Weleri dibawa ke RSI Muhammadiyah Kendal di Weleri. Yaitu, Maulida Sarah anggota KPPS 03 desa Payung; Sofi Dwiastuti Agustina, anggota KPPS 08 desa Penaruban; Dwi Setio, anggota PPS desa Sidomukti; dan Ria Maulida, anggota PPS desa Karangdowo. Kabar baiknya, keempatnya dapat tertolong oleh tim dokter dengan fasilitas kesehatan yang bagus dari RSIM Kendal. Sehingga tidak memerlukan rawat inap. Bagaimana dengan nasib KPPS dan PPS yang bertempat tinggal jauh dari fasilitas kesehatan (Rumah Sakit) yang baik dan cukup memadai.
Kabar tidak baiknya, keempatnya membayar sendiri biaya perawatan karena _”dianggap”_ tidak tercover biaya premi BPJS Kesehatan Petugas Pemilu (KPPS dan PPS). Sebuah catatan bagi KPU, BPJS Kesehatan dan Pemerintah dalam melindungi kesehatan dan nyawa KPPS dan PPS, yang berdasarkan informasi dan pemberitaan dijamin dengan Asuransi Kesehatan selama bertugas. Pertanyaan yang muncul di benak saya adalah sejak kapan pingsan tidak dinilai atau dianggap sebagai kedaruratan medis?.
Kami yakin masih lebih banyak lagi petugas KPPS dan PPS yang mengalami pingsan akibat menurunnya kondisi kesehatan karena “begadang” 2 hari 2 malam untuk menyiapkan dan melaksanakan pemungutan suara dan Tungsura dapat berjalan LUBER JURDIL di setiap TPS. Hanya saja tidak memiliki data-data shahih selain 4 kasus yang kami sampaikan di atas.
Pahlawan Demokrasi
Mengingat dan memperhatikan resiko kematian yang diemban oleh Penyelenggara Adhock Pemilu : KPPS, PPS dan PPK, maka saya mengusulkan dan sudah sepantasnya Pemerintah dan Negara memberikan penghargaan kepada Penyelenggara Pemilu Ad-hock, berupa :
Pertama, menambahkan insentif kepada KPPS, PPS dan PPK sebagaimana tambahan insentif kepada Pengawas Pemilu yang disampaikan Presiden pada 2 hari menjelang Pemungutan Suara 14 Februari 2024. Fakta di lapangan, tugas dan tanggungjawab KPPS, PPS dan PPK jauh lebih berat dan membutuhkan energi prima dibandingkan PTPS (Pengawas TPS), PKD (Pengawas Desa/Keluarahan) dan Panwascam (Pengawas Kecamatan).
Kedua, memberikan Gelar Kehormatan “Pahlawan Demokrasi” bagi petugas KPPS, PPS dan PPK yang gugur meninggal dunia dalam melaksanakan tugas. Tidak musti seperti gelar Pahlawan Nasional yang diterbitkan dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia. Namun setidaknya diberikan Sertifikat Resmi, entah dari Pemerintah/Pemerintah Daerah atau KPU, serta diberikan Tunjangan Sosial Kematian yang sewajarnya bagi keluarga korban. Sebab petugas KPPS, PPS dan PPK tidak dilindungi dengan Asuransi Jiwa/Kematian.
Wallahu’alam
Khafid Sirotudin, Pembina Forum Demokrasi (Fordem) Berkemajuan Jateng.
Editor : zainal arifin