JIKA TUNTANG identik dengan ayam dan bebek goreng Bu Toha, maka seisapan rokok jaraknya, berdiam juga warung ayam dan bebek goreng dengan kelezatan yang tak kalah menggoda: Bebek Goreng Pak Eko. Yuks, kita ke sana.
Warung bercat hijau ini tak jauh dari terminal Bawen, hanya sekira 300 meter ke arah Ambarawa/Magelang, di sebelah kiri jalan. Sederhana, dengan parkiran yang terasa jadi amat sempit karena mobil dan motor yang bejubel. Ya, dapat dipastikan, di jam makan siang, warung ini akan penuh dengan pengunjung. Baik di masa pandemi atau tidak, penikmat bebek dan ayam goreng di sini tetap saja membludak.
Jika datang, jangan banyak cincong. Segera ambil buku menu yang tersampir di dinding, tulis pesanan Anda, dan berikan ke pelayan secepatnya. Jika tidak, maka masa menunggu dipastikan akan menjadi lebih lama, kalah cepat dengan penunjung lainnya. Tak ada menu yang beragam di sini. Cuma bebek dan ayam, dan temannya seperti tempe dan tahu, juga pete dan terong goreng. Tapi, dengan sajian ''sewarna'' itu saja, pengunjung tampak selalu puas saat beranjak pulang. Beberapa masih terlihat menjulurkan lidah dan atau mengipasi diri yang berkeringat.
Tentu, seperti Bu Toha, nomor satu yang hebat dari warung Pak Eko adalah kualitas sambalnya. Berbeda dari Bu Toha, di sini sambal ada tiga jenis: sambal korek, sambal terasi-tomat, dan sambal hijau. Semua sambal itu bisa diambil sendiri, sesukanya, sebebasnya. Demikian juga nasi dan lalapan seperti rajangan kol, mentimun, dan rebusan daun pepaya yang sudah kehilangan pahitnya. Tak heran jika Anda akan menemukan penunjung yang memenuhi nasi dan piringnya dengan sambal atau lalapan, atau juga gunungan nasi.
Pedasnya sambal korek di sini mengejutkan. Jika tak terbiasa, jangan mencoba. Begitu kena lidah, rasanya seperti ada petir yang menyambar kepala. Telinga seperti ditempeleng. Tak heran, jika banyak pengunjung yang pertama datang, setelah sesuapan akan tampak seperti ikan yang kehilangan air, megap-megap mencari es teh, hahaha...
Tapi, meskipun pedas yang maha, kenikmatannya juga dahsyat. Daging bebek dan ayam di sini digoreng kering, dengan bumbu yang meresap sampai ke tulang. Pada bagian daging, meski tidak terlalu juicy, juga tidak keras, sehingga ketika dicelupkan ke sambal dan dikunyah, rasanya pecah. Lidah seperti menemukan musuh besar, dengan kekuatan petir yang meledak-ledak. Wajar jika para pengunjung terlihat berkeringat dan menggaruk-garuk kepala, respon alamiah ketika kepedasan.
''Pedas gila. Tapi nagih sih. Saya menyempatkan mampir di sini jika lewat. Biasanya, saya campur sambal hijau dan korek untuk mengurangi pedasnya,'' kata Erni, salah seorang penunjung, sembari menunjukkan nasinya yang berwarna merah, dilumuri sambal. Erni yang baru kelar berwisata ke Elingbening bersama keluarganya bahkan membuntal dua ekor ayam untuk dibawa pulang. ''Selain enak, juga tidak mahal. Makanya nagih,'' katanya sembari tertawa.
Riswanto yang sendirian datang, tampak menghabiskan setengah ekor ayam sendirian. Selain lalapan, dia juga mengunyah krupuk sebagai panganan tambahan. ''Ini langganan saya. Soalnya pedasnya, juwara deh. Nikmatnya kayak mantan. Sudah lama pergi, tapi masih aja tertinggal rasanya,'' kata teknisi di sebuah bengkel di Ungaran ini sembari tertawa. ''Dulu saya sering ajak pacar ke sini. Dia penyuka pedas, saya juga. Sekarang cuma rasa pedas itu yang dia tinggalkan ke saya,'' ceritanya sembari tergelak. Ada-ada saja.
Memang, tak perlu rikuh makan di warung Pak Eko. Seekor ayam goreng cuma dihargai Rp 55 ribu. Sedangkan untuk bebek goreng atau bakar, hanya Rp 60 ribu. Murah sekali kan? Seekor itu akan dapat dinikmati empat orang. Sedangkan nasi dengan lalapan dan sambal yang bebas diambil sesukanya itu, hanya dihargai Rp 4000. Jadi, untuk penyuka pedas, ini memang tempat yang ideal.
Hebatnya, warung ini tak membebaskan pembeli membawa pulang sesukanya. ''Kasihan yang datang jika banyak yang membeli untuk bawa pulang, akan kecewa. Jadi kami batasi,'' terang Erna, salah seorang pelayan.
Jadi, benar seperti kata Riswanto, nikmatnya Bebek Goreng Pak Eko seperti mantan. Setelah lama pergi pun, nikmat-pedas-sambal akan tetap tertinggal di hati.
Editor : zainal arifin
Artikel Terkait