Semarang, InewsSoloraya.id – Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim (FH Unwahas) Semarang menggelar Seminar Nasional secara hybrid bertema “Status Hukum Anak Luar Nikah Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi”.
Seminar Nasional ini menghadirkan empat narasumber yang berkompeten yakni Dr Irfan Nur Rahman SH MH (Staff Ahli Hakim Konstitusi), Budi Prayitno SH MH (Ketua Pengadilan Negeri Lumajang), Dr Mursito SH MH (Dosen FH Unwahas Semarang) dan Dr Endang Prasetyawati SH MH (Wakil Dekan Fakultas Hukum UNTAG Surabaya).
Dekan FH Unwahas Semarang Dr Mastur SH MH mengatakan bahwa walaupun putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 sudah lumayan lama, namun akibat hukum dari status anak luar nikah atau anak luar kawin atau anak sirri atau anak dari hasil perkawinan yang tidak tercatatkan dengan sah dalam hukum negara, masih menarik untuk dibahas.
“Karena hal tersebut masih selalu terjadi permasalahan dan pro kontra di masyrakat. Oleh karena itu perlu adanya pemahaman yang benar, obyektif dan mendalam tentang Status Hukum Anak Luar Nikah Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi dengan mengundang para narasumber yang kompeten,” kata Mastur, dalam siaran persnya, Kamis (29/9/2022).
Rektor Unwahas Semarang Mudzakkir Ali menyampaikan Kajian dari aspek agama dan berkaitan dengan nilai aswaja yang dikembangkan oleh Unwahas, terkait dengan tema umumnya dibagi tiga yakni anak lahir dari hasil pernikahan tercatat, anak lahir dari pernikahan tidak tercatat, kemudian anak lahir hasil di luar nikah.
“Yang penting bahwa dalam bahasa ilmu fiqih, hukum didasarkan pada alasan baik itu ada maupun tidak ada, dan dalam hadist yang artinya tidak boleh ada sesuatu yang membuat madlarat diri sendiri atau memadlarati orang lain. Mudah-mudahan manfaat dalam forum ini, sekali lagi kami mengapresiasi dalam Seminar Nasional ini, semoga membuahkan hasil yang bermanfaat dan berguna bagi masyarakat banyak,” ujarnya.
Dalam penyampaian materi yang pertama oleh Dr. Irfan Nur Rahman membahas terkait telaah historis dan pertimbangan Hakim dalam putusan No. No. 46/PUU-VIII/2010 tentang anak luar kawin, dijelaskan bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan tidak berdosa, suci, dan nafkah harus tetap diberikan, karena yang haram itu adalah hubungan kedua orang tuanya.
“Anak ini harus dilindungi oleh Hukum. Dalam kasus ini, penerapan HAM harus dijunjung tinggi,” terang dia.
Sejalan dengan narasumber yang pertama, Budi Prayetno yang merupakan narasumber kedua memaparkan bahwa kesejahteraan anak merupakan hal utama dalam hukum. Dalam materi yang dijelaskan adapun sistem perlindungan hak anak yakni substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum yang sudah dibahas secara rinci dalam Seminar Nasional tersebut.
Dalam pembahasan yang ketiga terkait litigasi pengakuan anak luar nikah oleh ayah kandung/ ayah biologis yang dipaparkan oleh Dr, Mursito yakni memerlukan syarat administratif, pemohonan tes DNA, proses pengakuan anak di Notaris dan Permohonan pengakuan Anak di Pengadilan Negeri.
“Mengapa saya katakan Pengadilan Negeri bukan Pengadilan Agama? karena saya disini tidak berani berspekulasi, ruang lingkup agama itu terkait di Indonesia ini, perkawinan agama Islam, terkait hibah. Namun yang perlu digaris bawahi bahwa permohonan pengakuan anak di Pengadilan Negeri jangan pernah mendalilkan adanya pernikahan sirri, terkait kompetensi apakah Pengadilan Negeri berwenang atau tidak karena ada pernikahan sirri didalamnya sehingga tidak perlu mendalilkan itu” ujar Dr Mursito.
Dr Endang Prasetyawati dalam Seminar Nasional ini memaparkan materinya membahas status hukum anak luar nikah ditinjau dari hak keperdataan pasca putusan Mahkamah Konstitusi No. No. 46/PUU-VIII/2010, sahnya perkawinan diatur dalam pasal 2 ayat (1) dan (2) kumulatif, sehingga karena kumulatif perkawinan harus dicatatkan. Status kawin yang tidak tercatat tidak memiliki hukum yang mengikat.
“Anak disini adalah sebagai subyek hukum. Anak tidak sah adalah anak luar kawin. Kesimpulannya yaitu kedudukan anak luar kawin sama dengan kedudukan anak sah,” pungkasnya.
Editor : zainal arifin
Artikel Terkait