Rekonstruksi Pendidikan Nasional, Perlukah?

Achmad Hilal Madjdi
Achmad Hilal Madjdi, Guru besar pada program Magister Pendidikan Bahasa Inggris, FKIP - UMK. foto: ist

Berbagai pemikiran sampai curhatan tentang pendidikan di negara kita mengiringi peringatan hari Pendidikan Nasional tahun 2025. Sisi-sisi kurang menyenangkan yang mencuat saat ini, yang hampir semuanya berada dalam cakupan budi pekerti, perilaku dan semua ranah "soft skill" dinarasikan sebagai salah satu dari sekian kekurangberhasilan pendidikan di negara tercinta. Narasi yang paling populer adalah "setiap ganti pemerintah, pasti ganti sistem dan kurikulum pendidikan.

Secara teoritis, perubahan kurikulum diperlukan sebagai upaya mengkaitkan dinamika keilmuan, teknologi dan semua aspek kehidupan manusia. Istilah "link and Match" yang dulu pernah digagas Mendiknas di era Orba dilandasi pemikiran di atas. Di samping itu, para pakar pendidikan juga sepakat bahwa guru berperan mengajarkan kepada siswa untuk.mampu menjalani kehidupan di masa yang akan datang, bukan di masa saat siswa-siswi bersekolah.

Artinya, kurikulum sebaiknya disusun untuk membekali para siswa dengan kemampuan adaptif dengan Kehidupan. Bekal ini diharapkan tidak saja menyiapkan generasi yang tangguh, namun juga toleran terhadap kehidupan, moderst dan inovatif.

Tujuan Pendidikan

Ketika istilah rekonstruksi pendidikan dilontarkan, maka wacana yang bergulir di benak kita tidak hanya seputar "ganti pemerintahan ganti kurikulum". Sebab diskusi tentang pendidikan jauh lebih luas dan mendalam dibanding diskusi tentang kurikulum. 

Langkah paling mendasar untuk merekonstruksi Pendidikan adalah menengok kembali tujuan Pendidikan Nasional, yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Formulasi tujuan pendidikan Nasional dengan frasa yang singkat dan padat ini tampaknya jauh dari ungkapan - ungkapan yang selama ini dilontarkan dan diyakini benar, semisal mencetak tenaga kerja.trampil, mencetak.lulusan siap kerja, dan seterusnya. Lukusan yang cerdas juga tidak bisa diasumsikan sama dan sebangun dengan lukusan yang tidak perlu masa tunggu lama untuk segera mendapat pekerjaan setelah lulus. 

Ironisnya,.inilah salah satu poin penting yang "dikejar" ketika sebuah Institusi pendidikan berproses dalam akreditasi atau reakreditasi.. padahal tujuan pendidikan kita bukanlah untuk mencetak tenaga kerja atau mencetak lulusan agar segera mendapat pekerjaan. Dalam kajian wacana, "theme" atau tema dari rumusan tujuan pendidikan nasional kita adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bahwa kemudian bangsa yang cerdas akan memiliki kemampuan untuk "survive" (tangguh dan bertahan) serta inovatif.dalam menjalani kehdupannya, merupakan suatu konsekwensi logis dari jiwa, pikiran  dan perilaku cerdas manusia.

Analisis Kebutuhan

Peran pendkdikan sesungguhnya bermula dari tujuan besar dan mulia yang dipaparkan di atas. Ini bisa diawali dengan pertanyaan mendasar tentang kebutuhan utama dalam mempersiapkan generasi yang cerdas agar tidak terjebak pada pragmatisme pendidikan mempersiapkan generasi siap kerja. Di sinilah sebenarnya makna dan filosofi "deep learning" yang disampaikan oleh Mendiknas .

Identifikasi atau analisis kebutuhan ini bisa diawali dengan kajian akademis tentang indikator -indikator manusia cerdas, muatan-muatan pendidikan serta sumber daya, pendekatan,metoda dan strategi untuk mencetak.manusia cerdas. Dalam konteks rekonstruksi, para ahli sepakat bahwa analisis kebutuhan sudah barang tentu akan lebih berkualitas jika dilakukan secara objeltif dan terbebas dari kepentingan selain kepentingan pendidikan itu sendiri.

Terkait dengan segala isu dan diskusi yang berkembang saat ini, pokok pikiran utama mengenai analisis Kebutuhan  dengan kerangka kepentingan pendidikan di negara kita mau tidak mau dikembalikan  lagi secara esensial pada tujuan pendidikan nasional.

Pengembangan Kurikulum 

Esensi tujuan pendidikan di belahan dunia manapun, termasuk di negara kita dicapai dengan penyusunan sistem pendidikan yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyusunan kurikulum pendidikan. Dalam tahapan selanjutnya, kurikulum memang perlu dikembangkan untuk mengakomodasi dinamika kehidupan, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. 

Karena itu perubahan atau pengembangan kurikulum memang merupakan suatu keniscayaan, mengiringi dinamika peradaban manusia. Mengingat kurikulum pendidikan tidak sekedar berisi daftar materi ajar atau mata pelajaran yang akan diajarkan kepada para siswa, pengembangan Kurikulum juga aangat dipengaruhi oleh teori dan ilmu pendidikan, perubahan kehidupan sosial, politik, ekonomi, lingkungan dan tentu saja pembangunan nasional suatu bangsa.

Pada beberapa negara berkembang, pertimbangan- pertimbangan seperti di atas itulah yang memicu.munculnya asumsi bahwa kurikulum sering berubah. Entah secara kebetulan, atau disengaja, perubahan kurikulum di negara kita bisa dikatakan sering beririsan waktu dengan pergantian kepemimpinan negara.

Untuk menghindari kesalahpahaman asumsi dan asumsi tentang perubahan kurikulum di negara tercinta selama ini, maka jika rekonstruksi pendidikan di Indonesia dianggap perlu, sebaiknya diawali dengan dua hal mendasar. Yang pertama, pengembangan sistem pendidikan nasional  yang secara tegas lebih memberi peluang pengembangan sumber daya manusia Indonesia agar memiliki kemandirian hidup dan kepasitas mencukupi untuk memasuki kehidupan global. 

Yang ke dua, pengembangan kurikulum pendidikan perlu memperhatikan prinsip pengembangan yang secara mendasar memberikan landasan pencapaian tujuan pendidikan nasional dan membuka peluang tumbuh kembang kebutuhan masyarakat Indonesia yang sangat heterogen. Dengan kata lain, desentralisasi pengembangan kurikulum perlu dipertegas mengingat kondisi masyarakat Indonesia saat ini yang berbeda-beda.

Pengembangan Sumber Daya

Pembahasan tentang rekonstruksi pendidikan tidak bisa dilepaskan dari diskusi tentang pengembangan sumber daya, baik sumber daya manusia.maupun lainnya. Pengembangan sumber daya manusia yang terlibat dalam dunia pendidikan tidak saja tentang kualitas kompetensi pendidik (guru dan dosen), tapi juga tentang siswa, tenaga kependidikan, penyelenggara dan pengelola serta pemerintah dan masyarakat.

Sumber daya lainnya mencakup potensi - potensi lain yang secara langsung maupun tidak langsung memiliki kontribusi signifikan terhadap pendidikan. Ini termasuk pengembangan skema-skema kolaborasi atau kemitraan dengan berbagai stake holder. Di  beberapa negara maju, peran kemitraan benar- benar dikembangkan dengan skema "charity" ataupun "corporate social responsibility".

Berkaca pada pola kemitraan dunia pendidikan dengan stake holder di negara - negara maju, negara kita perlu lebih mengoptimalkan  skema-skema kemitraan dalam merekonstruksi pendidikan. Hal ini perlu dilakukan, disamping untuk mendukung percepatan rekonstruksi pendidikan juga untuk menunbuhkembangkan sifat kegotomg royongan yang memang pada dasarnya merupakan karakter unggul bangsa Indonesia.

Selamat Hari pendidikan nasional.

Achmad Hilal Madjdi, Guru besar pada program Magister Pendidikan Bahasa Inggris, FKIP - UMK

Editor : zainal arifin

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network