HARI-HARI ini kita ditatapkan ke wajah Fajar dan air matanya. Lelaki yang dijuluki sad boy ini terpajang di media lintas flatform, bahkan mendominasi. Dari Instagram, TikTok, Twitter, Hello, sampai Facebook, dan juga merambah ke media mainstream koran, TV, dan media online. Paparan isinya nyaris seragam, kisah air mata Fajar dan cintanya yang tersandera.
Di TransTV, Fajar bisa melenggang seharian, dari pagi sampai malam. Tetap dengan kisah yang sama. Mulai dari acara ‘’Pagi-pagi Ambyar’’, lanjut siang di ‘’Brownis’’, terus di sore dengan ‘’Insert’’, dan berlanjut sampai ‘’Ketawa Itu Berkah’’ malam hari.
Luar biasa, kan?
Dan itu tak cukup hanya sehari. Berulang di hari lain, dengan kisah yang sama atau berbeda. Tapi rumusnya satu, Fajar harus banjir air mata. Ditemani Deni Cagur atau tidak, digodain Ayu Tingting sampai Raffi Ahmad, rumusnya tetap juga: Fajar harus menangis.
Penonton harus dibuat terbawa terus oleh derasnya air mata Fajar. Dan jika efek air mata itu mulai pudar, kesedihan harus ditambahkan levelnya. Maka hadirlah Ayya, wanita mungil yang menjadi sebab banjir air mata Fajar.
Ayya dimunculkan, kisah baru ditambalkan, konflik dimunculkan, Fajar bersimbah air mata lagi.
Sad boy itu pun didudukkan dari satu tangisan ke isak lainnya. Dari satu ratapan ke sesalan berikutnya. Tak berkesudahan.
Editor : zainal arifin