Semarang, iNewsSoloraya.id - Polda Jateng mengungkap praktek mafia tanah yang terjadi di Kota Salatiga. Dari kasus ini, polisi menangkap tiga tersangka.
Ketiga tersangka yakni DI (Pria, 49 Tahun), NR (Wanita, 41 Tahun) dan AH (Pria, 39 Tahun). Mereka merupakan Warga Kota Semarang, Jawa Tengah.
Kabid Humas Polda Jateng Kombes Artanto mengatakan para tersangka merebut 11 lahan petani seluas kurang lebih 26.933 meter persegi yang berlokasi di Kelurahan Dukuh, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga dan Desa Bendosari, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga.
"Dengan peran masing-masing, para tersangka menggerakkan korban untuk menyerahkan sertifikat dengan memberikan sertifikat tanah dengan cara memberi uang muka dan rangkaian kebohongan," kata Kombes Pol Artanto, saat jumpa pers, Senin (29/7).
Setelah mendapatkannya, para tersangka membaliknamakan tanah tersebut menjadi atas nama tersangka AH. Proses balik nama pun melawan hukum.
"Sertifikat tanah itu diagunkan di salah satu bank dengan nominal lebih tinggi dari harga rumah. Hingga saat ini pelaku belum melunasi," jelasnya.
Dirreskrimsus Kombes Pol Dwi Subagyo kemudian merinci peran masing-masing pelaku. Berperan sebagai aktor intelektual adalah tersangka AH, dengan modus berpura-pura sebagai anak pengusaha rokok terkenal melakukan pembelian tanah seluas total 26.933 meter persegi.
Adapun tersangka DI menggunakan identitas palsu sebagai Edward Setiadi yang disebut sebagai pemodal. Kemudian NR mengaku sebagai notaris.
"Korban diberi uang muka Rp 10 juta untuk satu bidang tanah. Ada 11 korban, mereka petani," ujar Dwi.
Oleh para pelaku, secara melawan hukum sertifikat kemudian dibalik nama tanpa izin pemilik menjadi atas nama AH. Kemudian sertifikat yang sudah dibalik nama itu digunakan sebagai agunan kredit modal kerja oleh AH yang mengatasnamakan PT Citra Guna Perkasa di salah satu bank senilai Rp 25 miliar, yang mana nominal tersebut jauh melebihi nilai tanah.
"Hal ini mengakibatkan kerugiannya pihak bank berupa kredit macet senilai Rp 25 miliar. Sedangkan di pihak para petani atau pemilik sertifikat mengalami kerugian total Rp 9 miliar. Total kerugian akibat perbuatan para pelaku sebesar Rp 34 miliar," jelasnya.
Dirreskrimsus mengungkapkan bahwa penanganan kasus tersebut telah dimulai sejak 2021, yaitu awal mula kasus tersebut dilaporkan. Penanganannya membutuhkan waktu hingga 3 tahun lantaran proses panjang yang dilakukan untuk menelusuri jaringan mafia tanah tersebut.
"Sejauh ini kami sudah melakukan pemeriksaan terhadap 46 saksi dan 2 saksi ahli dari UI dan Undip," tegasnya.
Para tersangka saat ini sudah ada di tahanan karena juga terjerat kasus berbeda yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah (Kejati Jateng). Bahkan, AH sudah beberapa kali menjadi tersangka di Kejaksaan, termasuk kasus kredit fiktif.
"AH memang berada di tahanan karena masih proses hukum oleh kejaksaan," tandasnya.
Akibat perbuatannya, para pelaku dijerat dengan pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penipuan dengan ancaman hukuman penjara 4 tahun dan Pasal 266 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP tentang pemalsuan dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara.
Editor : zainal arifin