Tentu, seperti Bu Toha, nomor satu yang hebat dari warung Pak Eko adalah kualitas sambalnya. Berbeda dari Bu Toha, di sini sambal ada tiga jenis: sambal korek, sambal terasi-tomat, dan sambal hijau. Semua sambal itu bisa diambil sendiri, sesukanya, sebebasnya. Demikian juga nasi dan lalapan seperti rajangan kol, mentimun, dan rebusan daun pepaya yang sudah kehilangan pahitnya. Tak heran jika Anda akan menemukan penunjung yang memenuhi nasi dan piringnya dengan sambal atau lalapan, atau juga gunungan nasi.
Pedasnya sambal korek di sini mengejutkan. Jika tak terbiasa, jangan mencoba. Begitu kena lidah, rasanya seperti ada petir yang menyambar kepala. Telinga seperti ditempeleng. Tak heran, jika banyak pengunjung yang pertama datang, setelah sesuapan akan tampak seperti ikan yang kehilangan air, megap-megap mencari es teh, hahaha...
Tapi, meskipun pedas yang maha, kenikmatannya juga dahsyat. Daging bebek dan ayam di sini digoreng kering, dengan bumbu yang meresap sampai ke tulang. Pada bagian daging, meski tidak terlalu juicy, juga tidak keras, sehingga ketika dicelupkan ke sambal dan dikunyah, rasanya pecah. Lidah seperti menemukan musuh besar, dengan kekuatan petir yang meledak-ledak. Wajar jika para pengunjung terlihat berkeringat dan menggaruk-garuk kepala, respon alamiah ketika kepedasan.
''Pedas gila. Tapi nagih sih. Saya menyempatkan mampir di sini jika lewat. Biasanya, saya campur sambal hijau dan korek untuk mengurangi pedasnya,'' kata Erni, salah seorang penunjung, sembari menunjukkan nasinya yang berwarna merah, dilumuri sambal. Erni yang baru kelar berwisata ke Elingbening bersama keluarganya bahkan membuntal dua ekor ayam untuk dibawa pulang. ''Selain enak, juga tidak mahal. Makanya nagih,'' katanya sembari tertawa.
Editor : zainal arifin
Artikel Terkait