Pembaca dan juga penonton, pasti terduakan dalam posisi mengutuk Rozy dan mertua, serta mengibai Norma. Dua kutub inilah yang dijaga media, dan dipanaskan terus agar membentuk labirin tanpa penyelesaian.
Kepiluan Norma harus diindustrikan. Micin harus terus ditambahkan. Penonton dan pembaca harus terus dipojokkan di sudut tanya: pasti ada kisah lainnya lagi.
Maka, Norma pun gamblang di podcast Deny Sumargo. Media mengutip ulang, dengan bumbu nginu-nginu, dan televisi meracik semuanya dengan ‘’kadar kesopanan’’ yang njelehi. Seperti ogah merayakan viralitas itu, tapi di sisi lain, terus juga memberitakannya, meski dengan komentar yang tak bersetuju dan gelengan kepala.
Kisah Norma selesai? Tidak dong. Rozy menuntut Norma, dengan pasal di UU ITE, dan juga kemungkinan dia akan menikahi ibu mertua, sebagai pertanggungjawaban atas dosa.
Alamaakkk!
Berselancar di Air Mata
Masihkah media dapat mengelak dari pengindustrian kepiluan? Apologi, sekali lagi, tetap bisa saja diterakan. Tapi kenyataan tentu tak terbantahkan. Kita dapat melihat, nyaris semua media online menangguk efek viralnya asmara menantu-mertua itu. Pembaca yang haus menempatkan apapun berita soal Norma-Rozy sebagai yang terpopuler semingguan ini.
Komentar terbanyak? Ya apalagi, kecuali tentang ucapan bahwa Norma tengah diuji dan harus bersabar, bahwa dia justru beruntung dibukakan tentang kejadian itu di saat pernikahan baru seumur jagung, dan tak menjadi sesalan yang panjang. Plus nasihat dan petikan ayat-ayat. Bijak ya netizen kita?
Editor : zainal arifin
Artikel Terkait