Penikmat Tangisan
Tapi, salahkah berselancar di air mata? Rugikah penonton dan pembaca jika disuguhkan dengan tayangan atau berita yang penuh dengan ratapan kemalangan dan desis kepiluan?
Sulit untuk menjawab ini. Apalagi, melihat FTV Indosiar yang terus bertahan, bahkan diikuti televisi lain, menunjukkan bahwa penikmat kesedihan ini adalah pasar mayoritas. Apalagi, berdasarkaan survei, pembaca media online dan juga penonton TV ternyata lebih tinggi kaum hawa.
Menjamurnya penikmat drama korea menjadi bukti baru bahwa kisah mengharu-biru masih selalu mendapatkan tempat di media. Ini hanyalah pengulangan dan pemoderenan dari ketagihan telenovela dulu. Rumus yang juga diadopsi di televisi dan industri media lainnya di banyak negara.
Hal menarik lainnya, sebuah penelitian menunjukkan bahwa menonton atau membaca kisah kepiluan ternyata tak selalu buruk, tak juga mendatangkan depresi bagi penikmatnya. Hmm…
Jika tak salah, peneliti dari Universitas Oxford menyimpulkan bahwa menonton tayangan kesedihan justru dapat membantu kita meningkatkan batas toleransi kolektif atas rasa sakit. Mungkin maksudnya semacam katarsis, perasaan bahwa kita ‘’aman’’ karena terhindar dari kisah yang kita tonton.
Penelitian itu juga meyakini bahwa tayangan dramatis yang penuh tangis mampu meningkatkan produksi kelenjar endorfin di tubuh kita, yang merupakan produksi rasa bahagia dan ketenangan. Endrfin dipercaya juga membuat kita nyaman untuk dekat dan curhat dengan orang lain.
Editor : zainal arifin
Artikel Terkait