“Indonesia dalam beberapa hari ke depan akan menggelar hajat besar pemilihan gubernur di 37 provinsi, bupati di 415 kabupaten, dan wali kota di 93 kota secara bersamaan. Tentu saja, eskalasi politik daerah hari ini makin memanas akibat kompetisi elektoral yang potensial memecah kerukunan publik, termasuk di Jawa Tengah,” kata Anwar.
“Meski populasi pemilih tak sebesar Jawa Barat dan Jawa Timur, tetapi atensi publik Indonesia hari ini banyak terkonsentrasi di Jawa Tengah. Magnet politik ini tentu tak lepas dari kompetisi elektoral Pilpres 2024 lalu. Dinamika ini tentu akan melahirkan polarisasi di masyarakat,” tambah dia.
Menurut Anwar, polarisasi yang mengiringi proses pemilihan tidak hanya menjadi problem politik saja, tetapi juga masalah mendasar bagi keutuhan nilai-nilai berbangsa. Bagi dia, polarisasi melampaui batas diskursus politik sehat, akan jadi ancaman serius bagi integritas dan harmonisasi warga negara.
“Karena itu, mahasiswa dan civitas akademika mesti memiliki kepekaan politik untuk terlibat dalam upaya menanggulangi praktik politik memecah-belah. Caranya, melalui penguatan pendidikan dan literasi politik mahasiswa, termasuk sosialisasi politik damai melalui jaringan dan kantong kolaborasi mahasiswa,” terang Anwar.
Disebutkan Anwar, edukasi politik melalui penguatan literasi harus menjadi peluang di tengah tantangan konflik horizontal yang sangat mungkin memecah belah kerukunan bangsa.
Bukan tidak mungkin, polarisasi dukungan politik justru membuat masyarakat terpecah ke dalam kubangan disintegrasi, permusuhan, dan perpecahan.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait