“Belahan jiwaku, mohon maafkan aku karena aku telah berdusta selama hidup bersamamu. Satu-satunya dusta yang aku lakukan terhadapmu adalah tentang kopi asin. Kamu masih ingat pertemuan pertama dalam acara di kafe itu? Aku minta adikku Nun untuk mengundangmu ke meja kami dan ternyata kamu tidak keberatan. Saking kagetnya, ketika itu aku benar-benar gugup. Ketika aku ingin meminta gula kepada pelayan, karena saking gugupnya aku malah meminta garam.
Aku malu untuk meralat permintaanku.
Baru pertama kali itulah aku minum kopi asin, tetapi sejak saat itu pulalah hati kita bertaut.
Sekarang aku sudah terbujur kaku dalam liang lahad. Aku sudah tidak merasa takut lagi kamu mengetahui hakikat sebenarnya. Betul, aku tidak suka kopi asin. Rasanya aneh sekali, lidahku selalu terkejut merasakan pahit kopi dan asin garam. Tetapi sepanjang hidupku aku selalu meminumnya bersamamu dan aku sangat menikmatinya. Sebabnya, karena ada kamu bersamaku, dan ada kenangan kita, yang lebih manis dan hangat daripada secangkir kopi dengan gula.
Jadi sayangku Ila, jika pun aku diberi kesempatan hidup lagi, aku tetap akan hidup bersamamu kendati harus tetap minum kopi asin itu lagi.
Aku mencintaimu, Ila. Aku akan tetap mencintaimu dari dunia yang jauh dan berbeda ini, dan semoga di sini aku masih bisa mengingat tentang kopi asin cinta kita itu, sembari menunggu kehadiranmu. Aku mencintaimu Ila, selalu.”
Editor : zainal arifin