DI DALAM acara seminar itu, mata El terpaku pada seorang gadis. Berjilbab ungu, gadis yang berada di barisan depan itu terlihat anggun, terutama ketika terlibat dalam diskusi. Kata-kata yang lahir dari bibirnya tertata baik, dan cenderung sangat lembut ketika menyanggah sebuah opini. Melihat adiknya, Nun, yang duduk di sampingnya selalu tersenyum ketika mendengar gadis itu berbicara, El paham, Nun pasti mengenalinya.
Saat istirahat, El pun meminta Nun untuk mengenalkannya. Nun tertawa, dan segera pergi, mencari gadis itu. El bergerak ke ruangan sebelah, menunggu di kafe kecil. Dan tak lama, dengan bersisian, mereka mendatangi El, yang mulai gugup dan berkeringat.
Seperti awalnya sebuah kenalan, mereka kaku dan canggung. Nun yang menjadi penengah, mencairkan suasana. Namun, tampaknya El bukan pembicara yang baik, dan gadis itu, Ila, juga tampak gugup. Dia mungkin tak terbiasa bersama lelaki yang baru dikenalinya. Karena itu, setelah saling bercakap sebentar, mengenalkan nama dan aktivitas di kampus dulu, Ila memohon pamit.
El kaget. Dia pun menahan Ila, sembari menyenggol lengan Nun. ‘’Kita ngopi dulu ya, sebentar saja...’’ Nun yang tanggap pun segera menahan Ila.
Editor : zainal arifin